UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
5 TAHUN 1983
TENTANG
ZONA
EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Presiden
Republik Indonesia,
Menimbang
:
a.
bahwa pada tanggal 21 Maret 1980 telah dikeluarkan Pengumuman Pemerintah Republik
Indonesia tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia;
b.
bahwa peningkatan kesejahteraan bangsa dengan memanfaatkan segenap sumber daya
alam yang tersedia, baik hayati maupun non hayati, adalah tujuan dan tekad
bulat Pemerintah dan Bangsa Indonesia;
c.
bahwa untuk mencapai tujuan tersebut, sumber daya alam yang terdapat di dasar
laut dan tanah di bawahnya serta ruang air di atasnya harus dilindungi dan
dikelola dengan cara yang tepat, terarah dan bijaksana;
d.
bahwa semua kegiatan penelitian ilmiah mengenai kelautan di perairan yang
berada di bawah kedaulatan dan yurisdiksi Indonesia harus diatur dan
dilaksanakan untuk dan sesuai dengan kepentingan Indonesia;
e.
bahwa lingkungan laut di perairan yang berada di bawah kedaulatan dan
yurisdiksi Republik Indonesia harus dilindungi dan dilestarikan;
f.
bahwa segenap sumber daya alam hayati dan non hayati yang terdapat di Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia baik potensial maupun efektif adalah modal dan
milik bersama Bangsa Indonesia sesuai dengan Wawasan Nusantara;
g.
bahwa baik praktek negara maupun Konvensi Hukum Laut yang dihasilkan oleh
Konperensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Ketiga menunjukkan
telah diakuinya rezim zona ekonomi eksklusif selebar 200 (dua ratus) mil laut
sebagai bagian dari hukum laut internasional yang baru;
h.
bahwa berhubung dengan hal-hal tersebut di atas perlu ditetapkan undang-undang
sebagai landasan bagi pelaksanaan hak berdaulat, hakhak lain, yurisdiksi, dan
kewajiban-kewajiban Republik Indonesia di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia;
Mengingat
: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 11,
Pasal 20 ayat. (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;
2.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1983
tentang Garis-garis Besar Haluan Negara;
3.
Undang-undang Nomor 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia (Lembaran
Negara Tahun 1960 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1942);
4.
Undang-undang Nomor 44 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
(Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2070);
5.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2831);
6.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia (Lembaran
Negara Tahun 1973 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2294);
7.
Undang-undang Nomor. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3209);
8.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3215);
9.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan
Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234);
Dengan
persetujuan
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: UNDANG-UNDANG TENTANG ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam
undang-undang ini yang dimaksud dengan:
a.
�Sumber
daya alam hayati adalah semua jenis binatang dan tumbuhan termasuk
bagian-bagiannya yang terdapat di dasar laut dan ruang air Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia;
b.
Sumber daya alam non hayati adalah unsur alam bukan sumber daya alam hayati
yang terdapat di dasar laut dan tanah di bawahnya serta ruang air Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia;
c.
�Penelitian
ilmiah adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan penelitian mengenai semua
aspek kelautan di permukaan air, ruang air, dasar laut, dan tanah di bawahnya
di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia;
d.
�Konservasi
sumber daya alam adalah segala upaya yang bertujuan untuk melindungi dan
melestarikan sumber daya alam di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia;
e.
�Perlindungan
dan pelestarian lingkungan laut adalah segala upaya yang bertujuan untuk
menjaga dan memelihara keutuhan ekosistem laut di Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia.
BAB
II
ZONA
EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA
Pasal
2
Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah
Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang
perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya dan air di
atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal
laut wilayah Indonesia.
Pasal
3
(1)
Apabila Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia tumpang tindih dengan zona ekonomi
eksklusif negara-negara yang pantainya saling berhadapan atau berdampingan
dengan Indonesia, maka batas zona ekonomi eksklusif antara Indonesia dan negara
tersebut ditetapkan dengan persetujuan antara Republik Indonesia dan negara
yang bersangkutan.
(2)
Selama persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum ada dan tidak
terdapat keadaan-keadaan khusus yang perlu dipertimbangkan, maka batas zona
ekonomi eksklusif antara Indonesia dan negara tersebut adalah garis tengah atau
garis sama jarak antara garis-garis pangkal laut wilayah Indonesia atau
titik-titik terluar Indonesia dan garis-garis pangkal laut wilayah atau
titik-titik terluar negara tersebut, kecuali jika dengan negara tersebut telah
tercapai persetujuan tentang pengaturan sementara yang berkaitan dengan batas
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia termaksud.
BAB
III
HAK
BERDAULAT, HAK-HAK LAIN, YURISDIKSI
DAN
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN
Pasal
4
(1)
Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Republik Indonesia mempunyai dan
melaksanakan :
a.
�
Hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi, pengelolaan dan
konservasi sumber daya alam hayati dan non hayati dari dasar laut dan tanah di
bawahnya serta air di atasnya dan kegiatan-kegiatan lainnya untuk eksplorasi
dan eksploitasi ekonomis zona tersebut, seperti pembangkitan tenaga dari air,
arus dan angin;
b.
�
Yurisdiksi yang berhubungan dengan :
1.
�
pembuatan dan penggunaan pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi dan
bangunan-bangunan lainnya;
2.
�
penelitian ilmiah mengenai kelautan;
3.
�
perlindungan dan pelestarian lingkungan taut;
c.
�
Hak-hak lain dan kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan Konvensi Hukum Laut
yang berlaku.
(2)
Sepanjang yang bertalian dengan dasar laut dan tanah di bawahnya, hak
berdaulat, hakhak lain, yurisdiksi dan kewajiban-kewajiban Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan menurut peraturan
perundang-undangan Landas Kontinen Indonesia, persetujuan-persetujuan antara
Republik Indonesia dengan negara-negara tetangga dan ketentuan-ketentuan hukum
internasional yang berlaku-
(3)
Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, kebebasan pelayaran dan penerbangan
internasional serta kebebasan pemasangan kabel dan pipa bawah laut diakui
sesuai dengan prinsip-prinsip hukum laut internasional yang berlaku.
BAB
IV
KEGIATAN-KEGIATAN
DI ZONA
EKONOMI
EKSKLUSIF INDONESIA
Pasal
5
(1)
Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 4 ayat (2), barang siapa melakukan
eksplorasi dan/atau eksploitasi sumber daya alam atau kegiatan-kegiatan lainnya
untuk eksplorasi dan/atau eksploitasi ekonomis seperti pembangkitan tenaga dari
air, arus dan angin di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, harus berdasarkan izin
dari Pemerintah Republik Indonesia atau berdasarkan persetujuan internasional
dengan Pemerintah Republik Indonesia dan dilaksanakan menurut syarat-syarat
perizinan atau persetujuan internasional tersebut.
(2)
Dengan tidak mengurangi ketentuan ayat (1), eksplorasi dan/atau eksploitasi
sumber daya alam hayati harus mentaati ketentuan tentang pengelolaan dan
konservasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
(3)
Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 4 ayat (2), eksplorasi dan eksploitasi
suatu sumber daya alam hayati di daerah tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia oleh orang atau badan hukum atau Pemerintah Negara Asing dapat
diizinkan jika jumlah tangkapan yang diperbolehkan oleh Pemerintah Republik
Indonesia untuk jenis tersebut melebihi kemampuan Indonesia untuk memanfaatkannya.
Pasal
6
Barangsiapa
membuat dan/atau menggunakan pulau-pulau buatan atau instalasi-instalasi atau
bangunan-bangunan lainnya di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia harus berdasarkan
izin dari Pemerintah Republik Indonesia dan dilaksanakan menurut syarat-syarat
perizinan tersebut.
Pasal
7
Barangsiapa
melakukan kegiatan penelitian ilmiah di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia harus
memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari dan dilaksanakan berdasarkan
syarat-syarat yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Pasal
8
(1)
Barangsiapa melakukan kegiatan-kegiatan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia,
wajib melakukan langkah-langkah untuk mencegah, membatasi, mengendalikan dan
menanggulangi pencemaran lingkungan laut.
(2)
Pembuangan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia hanya dapat dilakukan setelah
memperoleh keizinan dari Pemerintah Republik Indonesia.
BAB
V
GANTI
RUGI
Pasal
9
Barangsiapa
melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan ketentuanketentuan
peraturan perundang-undangan Republik Indonesia dan hukum internasional yang
bertalian dengan pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi dan bangunan-bangunan
lainnya di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan mengakibatkan kerugian, wajib
memikul tanggung jawab dan membayar ganti rugi kepada pemilik pulau-pulau
buatan, instalasi-instalasi dan bangunanbangunan lainnya tersebut.
Pasal
10
Dengan
tidak mengurangi ketentuan Pasal 7, barangsiapa di Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan
ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia dan hukum
internasional yang berlaku di bidang penelitian ilmiah mengenai kelautan dan
mengakibatkan kerugian, wajib memikul tanggung jawab dan membayar ganti rugi
kepada Republik Indonesia.
Pasal
11
(1)
Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 8, dan dengan memperhatikan batas ganti
rugi maksimum tertentu, barangsiapa di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan laut dan/atau perusakan sumber
daya alam memikul tanggung jawab mutlak dan membayar biaya rehabilitasi
lingkungan laut dan/atau sumber daya alam tersebut dengan segera dan dalam
jumlah yang memadai.
(2)
Dikecualikan dari tanggung jawab mutlak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
jika yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran lingkungan laut
dan/atau perusakan sumber daya alam tersebut terjadi karena :
a.
�
akibat dari suatu peristiwa alam yang berada di luar kemampuannya;
b.
�
kerusakan yang seluruhnya atau sebagian, disebabkan oleh perbuatan atau kelalaian
pihak ketiga.
(3)
Bentuk, jenis dan besarnya kerugian yang timbul sebagai akibat pencemaran
lingkungan laut dan/atau perusakan sumber daya alam ditetapkan berdasarkan
hasil penelitian ekologis.
Pasal
12
Ketentuan
tentang batas ganti rugi maksimum, tata cara penelitian ekologis dan penuntutan
ganti rugi tersebut dalam Pasal 11 diatur dalam peraturan perundang-undangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.
BAB
VI
PENEGAKAN
HUKUM
Pasal
13
Dalam
rangka melaksanakan hak berdaulat, hak-hak lain, yurisdiksi dan
kewajibankewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), aparatur
penegak hukum Republik Indonesia yang berwenang, dapat mengambil
tindakan-tindakan penegakan hukum sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, dengan pengecualian
sebagai berikut :
(a)
Penangkapan terhadap kapal dan/atau orang-orang yang diduga melakukan
pelanggaran di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia meliputi tindakan penghentian
kapal sampai dengan diserahkannya kapal dan/atau orang-orang tersebut
dipelabuhan dimana perkara tersebut dapat diproses lebih lanjut;
(b)
Penyerahan kapal dan/atau orang-orang tersebut harus dilakukan secepat mungkin
dan tidak boleh melebihi jangka waktu 7 (tujuh) hari, kecuali apabila terdapat
keadaan force majeure;
(c)
Untuk kepentingan penahanan, tindak pidana yang diatur dalam Pasal 16 dan Pasal
17 termasuk dalam golongan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (4) huruf b Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana.
Pasal
14
(1)
Aparatur penegak hukum di bidang penyidikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
adalah Perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut yang ditunjuk oleh
Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
(2)
Penuntut umum adalah jaksa pada pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3).
(3)
Pengadilan yang berwenang mengadili pelanggaran terhadap ketentuan
undang-undang ini adalah pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi
pelabuhan dimana dilakukan penahanan terhadap kapal dan/atau orang-orang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a.
Pasal
15
(1)
Permohonan untuk membebaskan kapal dan/atau orang-orang yang ditangkap karena
didakwa melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini atau peraturan perundangundangan
yang dikeluarkan berdasarkan undang-undang ini, dapat dilakukan setiap waktu
sebelum ada keputusan dari pengadilan negeri yang berwenang.
(2)
Permohonan untuk pembebasan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1),dapat dikabulkan
jika pemohon sudah menyerahkan sejumlah uang jaminan yang layak, yang
penetapannya dilakukan oleh pengadilan negeri yang berwenang.
BAB
VII
KETENTUAN
PIDANA
Pasal
16
(1)
Barangsiapa melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan ketentuan
Pasal 5 ayat (1), Pasal 6, dan Pasal 7 dipidana dengan pidana denda
setinggi-tingginya Rp225.000.000,- (dua ratus dua puluh lima juta rupiah).
(2)
Hakim dalam keputusannya dapat menetapkan perampasan terhadap hasil kegiatan,
kapal dan/atau alat perlengkapan lainnya yang digunakan untuk melakukan tindak
pidana tersebut dalam ayat (1).
(3)
Barangsiapa dengan sengaja melakukan tindakan-tindakan yang menyebabkan
rusaknya lingkungan hidup dan/atau tercemarnya lingkungan hidup dalam Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia, diancam dengan pidana sesuai dengan peraturan
perundangundangan yang berlaku di bidang lingkungan hidup.
Pasal
17
Barangsiapa
merusak atau memusnahkan barang-barang bukti yang digunakan untuk melakukan
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), dengan maksud untuk
menghindarkan tindakan-tindakan penyitaan terhadap barang-barang tersebut pada
waktu dilakukan pemeriksaan, dipidana dengan pidana denda setinggi-tingginya Rp
75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah).
Pasal
18
Tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 adalah kejahatan.
BAB
VIII
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal
19
Segala
ketentuan yang mengatur mengenai eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam
hayati, yang dibuat sebelum diundangkannya undang-undang ini, tetap berlaku
sampai ada perubahan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang
dikeluarkan berdasarkan undang-undang ini.
BAB
IX
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
20
(1)
Pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini diatur lebih lanjut
dalam peraturan perundang-undangan lainnya.
(2)
Peraturan Pemerintah yang mengatur pelaksanaan ketentuan undang-undang ini
dapat mencantumkan pidana denda setinggi-tingginya Rp 75.000.000,- (tujuh puluh
lima juta rupiah) terhadap pelanggaran ketentuan-ketentuannya.
Pasal
21
Undang-undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan
di Jakarta
pada
tanggal 18 Oktober 1983
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
SOEHARTO
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 18 Oktober 1983
MENTERI/SEKRETARIS
NEGARA
REPUBLIK
INDONESIA,
SUDHARMONO,
S.H.
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1983 NOMOR 44
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
5 TAHUN 1983
TENTANG
ZONA
EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA
I.
UMUM
Sejak
lama Pemerintah Republik Indonesia merasakan pentingnya arti zona ekonomi
eksklusif untuk mendukung perwujudan Wawasan Nusantara dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan Bangsa Indonesia dengan memanfaatkan segenap sumber
daya alam baik hayati maupun non hayati yang terdapat di zona ekonomi
eksklusifnya.
Berhubung
dengan hal yang dikemukakan di atas maka untuk melindungi kepentingan nasional,
khususnya dalam hal pemenuhan kebutuhan protein hewani bagi rakyat Indonesia
serta kepentingan nasional di bidang pemanfaatan sumber daya alam non hayati,
perlindungan dan pelestarian lingkungan laut serta penelitian ilmiah kelautan,
Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 21 Maret 1980 telah mengeluarkan
Pengumuman Pemerintah tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Rezim
hukum internasional tentang zona ekonomi eksklusif telah dikembangkan oleh
masyarakat internasional melalui Konperensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang
Hukum Laut Ketiga dan praktek negara (State practice) dimaksudkan untuk
melindungi kepentingan negara pantai dari bahaya dihabiskannya sumber daya alam
hayati di dekat pantainya oleh kegiatan-kegiatan perikanan berdasarkan rezim
laut bebas.
Di
samping itu zona ekonomi eksklusif juga dimaksud untuk melindungi
kepentingankepentingan negara pantai di bidang pelestarian lingkungan laut
serta penelitian ilmiah kelautan dalam rangka menopang pemanfaatan sumber daya
alam di zona tersebut.
Konvensi
Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Hukum Laut memberikan kepada Republik
Indonesia sebagai negara pantai hak berdaulat untuk eksplorasi dan eksploitasi
sumber daya alam yang terdapat di zona ekonomi eksklusif dan yurisdiksi yang
berkaitan dengan pelaksanaan hak berdaulat tersebut.
Selain
daripada itu Indonesia berkewajiban pula untuk menghormati hak-hak negara lain
di zona ekonomi eksklusifnya antara lain kebebasan pelayaran dan penerbangan,
serta kebebasan untuk pemasangan kabel dan pipa bawah laut di zona ekonomi eksklusif.
Khusus
yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam hayati di Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia, maka sesuai dengan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa
tentang Hukum Laut negara lain dapat ikut serta memanfaatkan sumber daya alam
hayati, sepanjang Indonesia belum sepenuhnya memanfaatkan seluruh sumber daya
alam hayati tersebut.
Di
samping pengumuman asas-asas dan dasar-dasar pokok kebijaksanaan di atas yang
terutama ditunjukan kepada dunia luar, asas-asas dan dasar-dasar pokok
kebijaksanaan tersebut perlu pula dituangkan dalam suatu undang-undang agar
supaya terdapat dasar yang kokoh bagi pelaksanaan hak berdaulat, hak-hak lain,
yurisdiksi dan kewajibankewajiban dalam zona ekonomi eksklusif dan dengan
demikian tercapai pula kepastian hukum.
Berhubung
dengan itu disusunlah Undang-undang tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
yang menetapkan hak berdaulat, hak-hak lain, yurisdiksi dan kewajibankewajiban
Republik Indonesia dalam zona ekonomi eksklusif.
Undang-undang
ini menetapkan ketentuan-ketentuan pokok saja sedangkan pelaksanaan lebih
lanjut dari ketentuan undang-undang ini akan diatur dalam peraturan
perundangundangan lainnya.
PASAL
DEMI PASAL
Pasal
1
Yang
dimaksud dengan istilah sumber daya alam hayati dalam undang-undang ini adalah
sama artinya dengan istilah sumber daya perikanan dalam ketentuan peraturan
perundangundangan perikanan.
Pasal
2
Pasal
ini menegaskan dan mengukuhkan definisi geografis Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia yang tercantum dalam Pengumuman Pemerintah Republik Indonesia tentang
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia tertanggal 21 Maret 1980.
Pasal
3
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Pasal
ini memberikan ketentuan bahwa prinsip sama jarak digunakan untuk menetapkan
batas zona ekonomi eksklusif antara Indonesia dengan negara tetangga, kecuali
jika terdapat keadaan-keadaan khusus yang perlu dipertimbangkan sehingga tidak
merugikan kepentingan nasional.
Keadaan
khusus tersebut adalah misalnya terdapatnya suatu pulau dari negara lain yang
terletak dalam jarak kurang dari 200(dua ratus) mil laut dari garis pangkal
untuk menetapkan lebarnya Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Pasal
4
Ayat
(1)
Hak
berdaulat Indonesia yang dimaksud oleh undang-undang ini tidak sama atau tidak
dapat disamakan dengan kedaulatan penuh yang dimiliki dan dilaksanakan oleh
Indonesia atas laut wilayah, perairan Nusantara dan perairan pedalaman
Indonesia. Berdasarkan hal tersebut diatas maka sanksi-sanksi yang diancam di
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia berbeda dengan sanksi-sanksi yang diancam di perairan
yang berada dibawah kedaulatan Republik Indonesia tersebut.
Hak-hak
lain berdasarkan hukum internasional adalah hak Republik Indonesia untuk
melaksanakan penegakan hukum dan hot pursuit terhadap kapal-kapal asing yang
melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan
Indonesia mengenai zona ekonomi eksklusif. Kewajiban lainnya berdasarkan hukum
internasional adalah kewajiban Republik Indonesia untuk menghormati hak-hak
negara lain, misalnya kebebasan pelayaran dan penerbangan (freedom of
navigation and overflight)dan kebebasan pemasangan kabel-kabel dan pipa-pipa
bawah laut (freedom of the laying of submarine cables and pipelines).
Ayat
(2)
Ayat
ini menentukan, bahwa sepanjang menyangkut sumber daya alam hayati dan non hayati
di dasar laut dan tanah di bawahnya yang terletak di dalam batas-batas Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia hak berdaulat Indonesia dilaksanakan dan diatur
berdasarkan peraturan perundang-undangan Indonesia yang berlaku di bidang
landas kontinen serta persetujuan-persetujuan internasional tentang landas
kontinen yang menentukan batas-batas landas kontinen antara Indonesia dengan
negara-negara tetangga yang pantainya saling berhadapan atau saling
berdampingan dengan Indonesia.
Ayat
(3)
Sesuai
dengan prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku seperti yang tumbuh
dari praktek negara dan dituangkan dalam Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa
tentang Hukum Laut yang dihasilkan oleh Konperensi Perserikatan Bangsa Bangsa
tentang Hukum Laut Ketiga di zona ekonomi eksklusif setiap negara, baik negara
pantai maupun negara tak berpantai, menikmati kebebasan pelayaran dan
penerbangan internasional serta kebebasan pemasangan kabel dan pipa bawah laut,
serta penggunaan laut yang bertalian dengan kebebasan-kebebasan tersebut
seperti pengoperasian kapal-kapal, pesawat udara dan pemeliharaan kabel dan
pipa bawah laut.
Pasal
5
Ayat
(1)
Kegiatan
untuk eksplorasi dan/atau eksploitasi sumber daya alam atau kegiatan-kegiatan
lainnya untuk eksplorasi dan/atau eksploitasi ekonomis seperti pembangkitan
tenaga dari air, arus dan angin di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang
dilakukan oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia harus
berdasarkan izin dari Pemerintah Republik Indonesia.
Sedangkan
kegiatan-kegiatan tersebut di atas yang dilakukan oleh negara asing, orang atau
badan hukum asing harus berdasarkan persetujuan internasional antara Pemerintah
Republik Indonesia dengan negara asing yang bersangkutan.
Dalam
syarat-syarat perjanjian atau persetujuan internasional dicantumkan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi oleh mereka yang melakukan kegiatan
eksplorasi dan eksploitasi di zona tersebut, antara lain kewajiban untuk
membayar pungutan kepada Pemerintah Republik Indonesia.
Ayat
(2)
Sumber
daya alam hayati pada dasarnya memiliki daya pulih kembali, namun tidak berarti
tak terbatas.� Dengan adanya
sifat-sifat yang demikian, maka dalam melaksanakan pengelolaan dan konservasi
sumber daya alam hayati, Pemerintah Republik Indonesia menetapkan tingkat
pemanfaatan baik di sebagian atau keseluruhan daerah di Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia.
Ayat
(3)
Dalam
rangka konservasi sumber daya alam hayati, Indonesia berkewajban untuk menjamin
batas panen lestari (Maximum sustainable yield) sumber daya alam hayatinya di
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Dengan
memperhatikan batas panen lestari tersebut, Indonesia berkewajiban pula
menetapkan jumlah tangkapan sumber daya alam hayati yang diperbolehkan
(allowable catch).
Dalam
hal usaha perikanan Indonesia belum dapat sepenuhnya memanfaatkan seluruh
jumlah tangkapan yang diperbolehkan tersebut, maka selisih antara jumlah
tangkapan yang diperbolehkan dan jumlah kemampuan tangkap (capacity to harvest)
Indonesia, boleh dimanfaatkan oleh negara lain dengan izin Pemerintah Republik
Indonesia berdasarkan persetujuan internasional. Misalnya jumlah tangkapan yang
diperbolehkan ada 1.000 (seribu) ton sedangkan jumlah kemampuan tangkap
Indonesia baru mencapai 600 (enam ratus) ton maka negara lain boleh ikut
memanfaatkan dari sisa 400 (empat ratus) ton tersebut dengan izin Pemerintah
Republik Indonesia berdasarkan persetujuan internasional.
Penunjukan
pada Pasal 4 ayat (2) dimaksudkan untuk menegaskan bahwa jenis-jenis sedenter
(sedentary species) yang terdapat pada dasar laut zona ekonomi eksklusif tunduk
pada rezim landas kontinen(Pasal 1 huruf b Undang-undang Nomor 1 Tahun 1973
tentang Landas Kontinen Indonesia). Oleh karena itu tidak tunduk pada ketentuan
ayat ini.
Pasal
6
Sesuai
dengan Pasal 4 ayat (1), Republik Indonesia mempunyai hak eksklusif untuk
membangun, mengizinkan dan mengatur pembangunan, pengoperasian dan penggunaan
pulaupulau buatan, instalasi-instalasi dan bangunan-bangunan lainnya.
Di
samping itu Indonesia mempunyai yurisdiksi eksklusif atas pulau-pulau buatan,
instalasi-instalasi dan bangunan-bangunan tersebut termasuk yurisdiksi yang
berkaitan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang bea cukai,
fiskal, kesehatan, keselamatan
dan
imigrasi.
Meskipun
Indonesia mempunyai yurisdiksi eksklusif tetapi pulau-pulau buatan, instalasi
dan bangunan-bangunan tersebut tidak memiliki status sebagai pulau dalam arti
wilayah negara dan oleh karena itu tidak memiliki laut teritorial sendiri dan
kehadirannya tidaklah mempengaruhi batas laut teritorial, Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia atau Landas Kontinen Indonesia.
Pasal
7
Setiap
penelitian ilmiah kelautan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia hanya dapat
dilaksanakan setelah permohonan untuk penelitian disetujui terlebih dahulu oleh
Pemerintah Republik Indonesia. Apabila dalam jangka waktu 4 (empat) bulan
setelah diterimanya permohonan tersebut Pemerintah Republik Indonesia tidak
menyatakan
a.
�
menolak permohonan tersebut, atau
b.
�
bahwa keterangan-keterangan yang diberikan oleh pemohon tidak sesuai dengan
kenyataan atau kurang lengkap, atau
c.
�
bahwa pemohon belum memenuhi kewajiban atas proyek penelitiannya yang
terdahulu. maka suatu proyek penelitian ilmiah kelautan dapat dilaksanakan 6
(enam) bulan sejak diterimanya permohonan penelitian oleh Pemerintah Republik
Indonesia.
Pasal
8
Ayat
(1)
Wewenang
perlindungan dan pelestarian sumber daya alam di Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia secara internasional didasarkan pada praktek negara, yang sekarang
telah diterima pula dalam Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Hukum
Laut, sedangkan secara nasional landasannya terdapat dalam Undang-undang Nomor
4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Ayat
(2)
Pembuangan
("dumping") dilaut dapat menimbulkan pencemaran lingkungan laut;
berhubung dengan itu perlu diatur tempat, cara dan frekuensi pembuangan serta
jenis, kadar dan jumlah bahan yang dibuang melalui perizinan.�
Pembuangan meliputi pembuangan limbah dan pembuangan bahan-bahan lainnya yang
menyebabkan pencemaran lingkungan laut; pembuangan limbah yang biasanya
dilakukan oleh kapal selama pelayaran tidak memerlukan izin.
Pasal
9
Cukup
jelas.
Pasal
10
Cukup
jelas.
Pasal
11
Ayat
(1)
Kewajiban
untuk memikul tanggung jawab mutlak dan membayar ganti rugi bagi rehabilitasi
lingkungan laut dan/atau sumber daya alam dalam jumlah yang memadai ini
merupakan konsekuensi dari kewajiban untuk melestarikan keserasian dan keseimbangan
lingkungan.
Karena
itu kewajiban ini melekat pada barang siapa yang melakukan perbuatan, tidak
melakukan perbuatan/membiarkan terjadinya pencemaran lingkungan laut dan/atau
kerusakan sumber daya alam.
"Tanggung
jawab mutlak" ("strict liability") berarti bahwa tanggung jawab
tersebut timbul pada saat terjadinya pencemaran lingkungan laut dan/atau
perusakan sumber daya alam, tidak dapat dielakkan dan secara prosedural tidak
diperlukan upaya pembuktian lagi.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Bentuk,
jenis dan besarnya kerugian yang timbul dari pencemaran lingkungan laut
dan/atau kerusakan sumber daya alam yang terjadi akan menentukan besarnya
kerugian.� Penelitian ekologis
tentang bentuk, jenis dan besarnya kerugian tersebut dilakukan oleh sebuah tim
yang terdiri dari pihak pemerintah, pihak penderita dan pihak pencemar.�
Tim dimaksud akan dibentuk secara khusus untuk tiap-tiap kasus.
Pasal
12
Cukup
jelas.
Pasal
13
Terhadap
kapal-kapal dan/atau orang-orang yang diduga melakukan tindak pidana
berdasarkan bukti permulaan yang cukup di laut khususnya bagi kapal dan/atau
orang-orang yang berkebangsaan asing dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan
dengan jalan melakukan penangkapan atas kapal-kapal dan/atau orang-orang
tersebut.
Terhadap
kapal-kapal dan/atau orang-orang yang berkebangsaan Indonesia dapat
diperintahkan (perintah ad hoc) ke suatu pelabuhan atau pangkalan yang ditunjuk
oleh penyidik di laut untuk diproses lebih lanjut.
Penangkapan
tersebut di atas tidak selalu dapat dilaksanakan sesuai dengan batas waktu
penangkapan yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, yaitu satu hari.
Oleh
karena itu untuk tindakan penangkapan dilaut perlu diberi jangka waktu yang
memungkinkan para aparat penegak hukum di laut membawa kapal dan/atau
orang-orang tersebut ke pelabuhan atau pangkalan.
Jangka
waktu maksimum tujuh hari dianggap sebagai jangka waktu maksimal untuk
menarik/menyeret suatu kapal dari jarak yang terjauh di Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia sampai ke suatu pelabuhan atau pangkalan.
Ketentuan
mengenai penahanan terhadap tindak pidana menurut undang-undang ini belum
diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981, sedang terhadap tindak pidana
tersebut penahanan adalah merupakan satu upaya untuk dapat memproses perkaranya
lebih lanjut.
Berhubung
dengan hal tersebut, sekalipun ancaman pidana yang dapat dijatuhkan adalah
pidana denda tetapi dengan dikualifikasi sebagai kejahatan, maka tindak pidana
tersebut perlu dimasukkan dalam golongan tindak pidana sebagaimana dimaksud
Pasal 21 ayat(4)huruf b Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Pasal
14
Ayat
(1)
Yang
dimaksud dengan Perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut yang dapat
ditunjuk sebagai penyidik adalah misalnya Komandan kapal, Panglima Daerah
Angkatan Laut, Komandan Pangkalan dan Komandan Stasion Angkatan Laut. Penetapan
Perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut sebagai aparat penyidik di
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 30
ayat(2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia dan Pasal 17 Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Pasal
15
Ayat
(1)
Permohonan
untuk membebaskan kapal dan/atau orang-orang tersebut yang ditangkap karena
diduga melakukan pelanggaran, sesuai dengan praktek yang berlaku, dapat
diajukan oleh perwakilan negara dari kapal asing yang bersangkutan, pemilik,
nahkoda atau siapa saja menurut bukti-bukti yang sah mempunyai hubungan kerja
atau hubungan usaha dengan kapal tersebut.
Ayat
(2)
Penetapan
besarnya uang jaminan ditentukan berdasarkan harga kapal, alat-alat
perlengkapan
dan hasil dari kegiatannya ditambah besarnya jumlah denda maximum.
Pasal
16
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Pasal
17
Cukup
jelas.
Pasal
18
Cukup
jelas.
Pasal
19
Cukup
jelas.
Pasal
20
Cukup
jelas.
Pasal
21
Cukup
jelas.






0 komentar:
Posting Komentar